Rumah

Kamu masih kuanggap sebagai rumah, tempatku berpulang. Meski, saat ini sedang ada yang singgah dirumahmu ketika aku sedang diluar rumah. Aku percaya padamu, bahwa kamu bisa menjaga rumah itu tetap baik untukku.

Sejauh ini aku bepergian ke tempat baru untuk belajar banyak hal terutama memperbaiki rumah yang rusak. Ya, rumah yang dibangun dengan pondasi kepercayaan, pengertian dan dihiasi oleh kenangan manis itu sempat ku rusak dengan paku kekecewaan. Kecil memang, namun kulakukan dibanyak tempat. Kini, aku sedang berusaha melepas semua paku yang tertancap itu. Sadar akan ada bekas lubang yang tertinggal, akupun berusaha menambal satu per satu lubang tersebut dengan usahaku.

Dulu, aku menambal lubang itu seorang diri, kini kamu mulai datang mengulurkan tangan dan mencoba membantu itu. Meski, dirumahmu sedang ada tamu yang singgah, namun aku sadar usahamu untuk membantuku itu memang dari ketulusan hatimu. Tak peduli bila tanganmu ikut terluka, ketulusanmu itu sangat berarti untukku.

Lalu, bagaimana dengan nasib tamu tersebut? Apakah kamu sempat sambut dengan penuh kehangatan atau memang hanya sekadar tamu asing bagimu?

Ah, sialnya aku tak peduli akan hal tersebut. Ku serahkan tamu tersebut kepadamu, aku hanya fokus untuk membangun dan menambal setiap lubang yang masih terdapat dirumah tersebut. Kuharap, saat selesainya setiap lubang diperbaiki, tamu tersebut secara sadar berpamitan pergi.

Tahukah kamu? Wahai RUMAH, aku sangat bersyukur setiap bantuan yang kau berikan saat memperbaiki rumah tersebut. Bahkan, sampai detik ini. Harapan terbesarku? Ketika semua ini telah usai, baik kamu dan aku akan menempati rumah tersebut bersama sampai Yang Kuasa memisahkan kita oleh kehendaknya.

Tinggalkan komentar